www.eric-senjaya.co.nr


Mewujudkan Bandung Bersih dan Hijau dengan Kompos

Apa yang telintas di benak anda ketika mendengar kata ”Sampah”? Ya, konotasi sampah adalah sesuatu yang kotor, bau, dan menjijikan. Apalagi di kota besar seperti Bandung dengan perkembangan yang meroket seperti mall, jumlah penduduk, dan lain sebagainya, tentu salah satu dampaknya adalah sampah.

Sebagai catatan, sampah di kota bandung per hari tak kurang dari 6900 meter kubik.  Dengan rincian, sampah yang berasal dari rumah tangga 4.500 m3/hari, sampah pasar 600 m3/hari, kawasan komersial 300 m3/hari, kawasan non komersial 300 m3/hari, kawasan industri 750 m3/hari, serta sampah jalanan 450 m3/hari.

Menyikapi dahsyatnya permasalahan sampah ini, apa yang bisa dilakukan urangBandung untuk mengurangi volume sampah?

Salah satu teknologi yang kini tengah marak adalah dengan pengomposan sampah organik. Teknik pengomposan ini dirasa paling tepat karena berdasarkan hasil studi komposisi dan karakteristik yang dilakukan BPPT, komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik (73,98%) sedangkan sisanya adalah bahan anorganik.

Teknologi ini bukan barang baru, sejak 1986 sudah diterapkan di Indonesia namun hasilnya baru menginjak angka 1,8 % dari total sampah yang ada. Pengomposan sampah organik pun baru dilakukan dalam tahap skala kecil melalui Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang ada di TPA. Artinya, menggiatkannya secara massal di setiap rumah untuk meminimalisir sampah rumah tangga adalah hal yang tak bisa ditawar.

Berdasarkan catatan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah provinsi Jawa barat (BPLHD jabar), pengomposan adalah salah cara untuk mengolah bahan padatan organik menjadi kompos. Pengomposan adalah proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali.

Tahapannya dimulai dari memilah sampah organik dan anorganik. Cara memilahnya cukup mudah. Sampah organik mudah terurai menjadi tanah seperti sisa-sisa sayuran. Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan. Setelah sampah dipilah, perkecil ukuran sampah organik tadi agar cepat didekomposisi menjadi kompos.

Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan. Biasanya, desain penumpukan adalah desain memanjang dengan panjang 12 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 1,75 meter. Jangan lupa memberi terowongan bambu (windrow) di setiap tumpukan agar tersedia udara di dalam tumpukan.

 Kemudian, balikkan sampah yang telah ditumpuk. Selain untuk membuang panas yang berlebihan, pembalikkan ini berfungsi memasukkan udara ke dalam tumpukan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

Setelah tahapan pembalikan, diperlukan pula penyiraman. Untuk memeriksa apakah perlu disiram atau tidak, caranya dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan. Bila pada saat diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus disiram, sedangkan bila sebelum diperas sudah keluar air, tak perlu disiram, cukup dilakukan pembalikan.

Proses tadi berjalan selama kurang lebih sebulan, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

Seusai pematangan, biasanya dilakukan penyaringan untuk memperoleh kompos dengan ukuran yang diinginkan sembari memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat terurai yang lolos dari proses pemilahan awal. Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

Sekarang, kompos siap digunakan. Bisa dipakai untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan tanah pertanian dan taman, sebagai media tanam, atau dijual untuk menambah penghasilan.

Cukup mudah dan bermanfaat, bukan? Sudah waktunya menerapkan teknologi pengolahan sampah. Dengan mengurangi sampah yang dibuang dan menjadikannya kompos tentu akan mempercepat Bandung menjadi Green and Clean. Ingat, wariskan Kota Bandung yang hijau dan bersih kepada anak cucu, jangan wariskan sampah! (Eric Senjaya)