www.eric-senjaya.co.nr


Implementasi Teknologi Ramah Lingkungan di Rumah (Media Indonesia)

Oleh : Eric Senjaya (Praktisi Lingkungan Kab. Purwakarta)
Tanggal : 22 Mei 2010

“KETIKA air terakhir sudah diminum, ketika ikan terakhir sudah dimakan, ketika pohon terakhir sudah ditebang, kelak manusia akan menyadari bahwa uang bukanlah segalanya.”

Pepatah Indian kuno ini sedikitnya memberi gambaran akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam bagi kelangsungan hidup manusia. Baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, yang bisa diperbarui atau tidak, semuanya harus dikelola dengan baik.

Masih segar dalam ingatan kita tentang Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNCCC) di Bali dua tahun silam. Salah satu catatan yang perlu digarisbawahi dari konferensi itu adalah keinginan negara-negara berkembang untuk mendapatkan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi emisi guna mencegah pemanasan global.

Secara singkat, Teknologi Ramah Lingkungan (TRL) adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sumber daya lingkungan yang lebih efisien.  TRL menggunakan bahan baku material dan energi lebih efisien, mengeluarkan limbah lebih sedikit, serta dampak yang ditimbulkan relatif lebih kecil dari teknologi yang ada.

Kendati kini kemajuan TRL masih menjadi barang langka dan didominasi negara-negara maju, kita tak perlu khawatir. Kita bisa menerapkan TRL di rumah secara sederhana. Kita bisa memulainya dari makanan.

Usahakan mengonsumsi makanan dengan wadah yang bisa dipakai ulang. Memang, makanan kemasan terlihat praktis, tahan lama, dan tampak lebih cantik.  Namun, akan lebih bijak jika sampah kemasan makanan ini dapat dikurangi. Sebagai catatan, penyumbang terbesar sampah saat ini berasal dari kemasan makanan.

Dari makanan meluas ke rumah tinggal yang ramah lingkungan (eco house). Konsep eco house dimulai dengan hal-hal sederhana semisal penghematan listrik, air, serta pembuangan limbah rumah tangga yang tidak dialirkan langsung ke got melainkan menggunakan peresapan sendiri. Demikian pula penggunaan bahan yang bisa digunakan kembali seperti mengganti tissue dengan kain lap atau sapu tangan.

Selain itu, hindari penggunaan barang yang mengandung CFC. Sebab, penggunaan CFC bisa merusak lapisan ozon di atmosfer. Biasanya CFC digunakan pada kulkas dan pewangi ruangan. Tak ketinggalan, pilah sampah di dapur sesuai jenisnya yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibuat kompos, sementara sampah anorganik dijual ke pengepul.

Kemudian, gunakan aspek energi yang ramah lingkungan yaitu energi matahari. Mengeringkan cucian di terik matahari lebih ramah lingkungan ketimbang menggunakan mesin pengering. Selain itu, gunakan sel surya yang mampu menghasilkan listrik dari energi matahari sehingga mengurangi penggunaan listrik dari PLN.

Tak hanya itu, desain rumah pun harus menghemat energi. Dengan sistem ventilasi dan penataan taman yang tepat mampu menghemat penggunaan listrik pada lampu dan pendingin ruangan.

Aspek yang tak kalah penting adalah transportasi. Alat transportasi paling ramah lingkungan adalah sepeda.  Belakangan, para pejabat di lingkungan pemerintah daerah di Jawa Barat tengah mengampanyekan penggunaan sepeda untuk menghemat energi. Selain sepeda yang dikayuh, sudah banyak dikembangkan sepeda yang memiliki sel surya untuk menyerap energi matahari sehingga mampu menempuh jarak ribuan kilometer.

Jelas bahwa sebenarnya banyak yang bisa dilakukan untuk menjadikan rumah menjadi lebih ramah lingkungan. Kemajuan teknologi harus senada dengan peningkatan kesadaran pada lingkungan. Bila kita ramah terhadap lingkungan, niscaya lingkungan pun ramah kepada kita. (*)

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzI5NA==

 



Mari Terapkan Teknologi Ramah Lingkungan di Rumah

 “Ketika air terakhir sudah diminum, ketika ikan terakhir sudah dimakan, ketika pohon terakhir sudah ditebang, kelak manusia akan menyadari bahwa uang bukanlah segalanya.”

Pepatah Indian kuno ini sedikitnya memberi gambaran akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam bagi kelangsungan hidup manusia. Baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, yang bisa diperbarui atau tidak, semuanya harus dikelola dengan baik.

Masih segar dalam ingatan kita tentang Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNCCC) di Bali dua tahun silam. Salah satu catatan yang perlu digarisbawahi dari konferensi itu adalah keinginan negara-negara berkembang untuk mendapatkan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi emisi guna mencegah pemanasan global.

Secara singkat, Teknologi Ramah Lingkungan (TRL) adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sumber daya lingkungan yang lebih efisien.  TRL menggunakan bahan baku material dan energi lebih efisien, mengeluarkan limbah lebih sedikit, serta dampak yang ditimbulkan relatif lebih kecil dari teknologi yang ada.

Kendati kini kemajuan TRL masih menjadi barang langka dan didominasi negara-negara maju, kita tak perlu khawatir. Kita bisa menerapkan TRL di rumah secara sederhana. Kita bisa memulainya dari makanan.

Usahakan mengonsumsi makanan dengan wadah yang bisa dipakai ulang. Memang, makanan kemasan terlihat praktis, tahan lama, dan tampak lebih cantik.  Namun, akan lebih bijak jika sampah kemasan makanan ini dapat dikurangi. Sebagai catatan, penyumbang terbesar sampah saat ini berasal dari kemasan makanan.

Dari makanan meluas ke rumah tinggal yang ramah lingkungan (eco house). Konsep eco house dimulai dengan hal-hal sederhana semisal penghematan listrik, air, serta pembuangan limbah rumah tangga yang tidak dialirkan langsung ke got melainkan menggunakan peresapan sendiri. Demikian pula penggunaan bahan yang bisa digunakan kembali seperti mengganti tissue dengan kain lap atau sapu tangan.

Selain itu, hindari penggunaan barang yang mengandung CFC. Sebab, penggunaan CFC bisa merusak lapisan ozon di atmosfer. Biasanya CFC digunakan pada kulkas dan pewangi ruangan. Tak ketinggalan, pilah sampah di dapur sesuai jenisnya yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibuat kompos, sementara sampah anorganik dijual ke pengepul.

Kemudian, gunakan aspek energi yang ramah lingkungan yaitu energi matahari. Mengeringkan cucian di terik matahari lebih ramah lingkungan ketimbang menggunakan mesin pengering. Selain itu, gunakan sel surya yang mampu menghasilkan listrik dari energi matahari sehingga mengurangi penggunaan listrik dari PLN.

Tak hanya itu, desain rumah pun harus menghemat energi. Dengan sistem ventilasi dan penataan taman yang tepat mampu menghemat penggunaan listrik pada lampu dan pendingin ruangan.

Aspek yang tak kalah penting adalah transportasi. Alat transportasi paling ramah lingkungan adalah sepeda.  Belakangan, para pejabat di lingkungan pemerintah daerah di Jawa Barat tengah mengampanyekan penggunaan sepeda untuk menghemat energi. Selain sepeda yang dikayuh, sudah banyak dikembangkan sepeda yang memiliki sel surya untuk menyerap energi matahari sehingga mampu menempuh jarak ribuan kilometer.

Jelas bahwa sebenarnya banyak yang bisa dilakukan untuk menjadikan rumah menjadi lebih ramah lingkungan. Kemajuan teknologi harus senada dengan peningkatan kesadaran pada lingkungan. Bila kita ramah terhadap lingkungan, niscaya lingkungan pun ramah kepada kita. (Eric Senjaya)