www.eric-senjaya.co.nr


Menyulap Kantor lebih Ramah Lingkungan

Tahukah Anda bahwa cadangan minyak bumi di tanah air hanya tinggal 1,2 % dari cadangan minyak bumi dunia? Tahukah Anda, dari 230 juta penduduk Indonesia hanya 47 % yang memiliki akses air bersih? Ingatkan Anda dengan slogan-slogan ”Selamatkan air” seperti yang didengungkan di poster, koran, radio, dan televisi?

Kebanyakan orang mungkin tak mengindahkannya hal diatas lantaran mengira air dan sumber daya alam takkan pernah habis. Namun, ketika mata air, sungai, danau, dan sumur telah mengering, sumber daya alam telah tersedot habis, masihkan kita tak mempedulikan lingkungan?

Belakangan, perkembangan zaman dan teknologi yang kebablasan terkadang mengabaikan aspek lingkungan. Padahal, tanpa lingkungan yang sehat tentu takkan ada kehidupan di muka bumi. Sebab itu, dilakukan salah satu upaya untuk menghambat kerusakan lingkungan yaitu menjadikan kantor ramah lingkungan (eco office).

Kegiatan eco office merupakan tindak lanjut program kerjasama antara Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH RI) dengan Japan International Cooperation (JICA) yang dilakukan sejak 2006. Tujuannya, mulai dari menciptakan lingkungan bersih, indah, dan nyaman, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, hingga terciptanya good environment governance.

Sementara itu, berdasarkan catatan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat (BPLHD Jabar), program Eco Office merupakan program yang melibatkan setiap personil kantor untuk berperan aktif dalam kegiatan mewujudkan lingkungan kantor yang bersih dan efisien dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan energi, serta berperilaku yang berpihak pada upaya pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

Lalu, bagaimana menerapkan eco office di kantor Anda? Mudah. Langkah pertama, menghemat listrik (termasuk memasang pembangkit listrik tenaga surya). Kemudian, yang tak kalah penting adalah menghemat air. Diteruskan dengan pembuatan Biopori atau Lubang Resapan Biopori (LRB). Terakhir, Pengomposan Sampah (Composting).

Untuk memudahkan penerapannya, kita bisa mengadopsi penerapan eco office di KNLH RI. Di sana, diterapkan beberapa langkah jitu untuk menghemat listrik. Mulai dari mematikan lampu dan komputer yang tak digunakan, menggunakan lampu hemat energi (bukan bohlam lampu pijar), mencabut steker listrik barang elektronik yang tidak digunakan, hingga menyetting temperatur AC pada suhu 25 derajat celsius.

Untuk menghemat air, menggunakan air dari sumur resapan untuk menyiram tanaman dan mencuci kendaraan, serta membuat lubang resapan biopori. Tak hanya itu, penggunaan air dari Perusahaan Air Minum sebisa mungkin dikurangi dengan menggunakan air yang berasal dari pengolahan limbah domestik menjadi limbah cair.

Selain itu, hemat pula penggunaan kertas. Menghemat kertas berarti meminimalisir pohon yang harus ditebang. Caranya, bisa dengan menggunakan kertas secara bolak-balik, atau mengganti kertas untuk surat dengan surat elektronik (e-mail).

Untuk pengomposan sampah, bisa diawali dengan pemilahan sampah kantor antara sampah organik dengan anorganik. Hasil pemilahan sampah organik itu kemudian dimasukan dalam mesin pengolah sampah, diperoleh hasil akhir adalah kompos. Kompos yang dihasilkan digunakan untuk memupuk tanaman di sekitar kantor. Efektif bukan?

Eco Office ini seyogianya dilakukan mulai saat ini. Sebab, target KNLH RI pada tahun 2010 adalah efisiensi penggunaan energi sebesar 10%, penggunaan air PAM sebesar 5%, penggunaan kertas sebesar 5%, serta penurunan jumlah timbulan sampah sebesar 5%.

Sudahkah kita menerapkan kantor yang ramah lingkungan? Sudahkah kita menyadari berapa lembar kertas yang kita buang di kantor dan Berapa banyak AC dan lampu yang menyala tanpa henti di kantor? Bila belum, mari kita lakukan dari sekarang sebagai bukti kecintaan kita pada lingkungan dan kehidupan. (Eric Senjaya)



Menerapkan Pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi untuk Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri
28 Juli 2012, 13:43
Filed under: Uncategorized

Bagi sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri, namanya mungkin tak asing. Seperangkat instrumen yang dikenal sebagai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ini memang cukup populer. Pasalnya, berdirinya sebuah pabrik biasanya dibarengi dengan pembangunan IPAL agar lebih ramah lingkungan. Namun, kepopuleran IPAL tak senada dengan kepopuleran konsepnya. Kata orang mah, ”lieurrr, nu penting mah jalan we lah teu kudu rieut-rieut nyieun.”

Padahal, bila ditelisik lebih dalam konsep IPAL ternyata mudah dipahami, IPAL tak lain adalah penerapan ilmu fisika, kimia, dan biologi yang sudah kita kenal di bangku sekolah. Konsep IPAL yang terdiri atas equalisasi, koagulasi, aerasi, dan filtrasi ini didalamnya ada konsep fisika (koagulasi dan filtrasi), kimia (koagulasi), serta biologi (aerasi).

Sebelum masuk equalisasi, biasanya limbah cair masuk ke dalam inlet equalisasi. Inlet ini merupakan proses awal pengolahan limbah, dimana limbah cair disaring untuk memisahkan antara air dengan serat kasar yang terkandung di dalamnya. Air limbah hasil penyaringan awal ini kemudian diukur tingkat keasamannya (PH), belerang (Sulfur), Chemical Oxigen Demand (COD), warna, dan Sulfur trioksida (SO3).

Kemudian, air limbah masuk ke equalisasi. Sesuai namanya, equal (sama), adalah proses homogenisasi atau penyeragaman perbedaan karakteristik limbah dari berbagai proses. Tujuannya, untuk menyeragamkan konsentrasi dan debit aliran air. Di equalisasi ini, kembali diukur PH, warna, COD, SO3, dan tinggi equalisasi (level).

Air limbah keluaran equalisasi masuk ke dalam koagulasi. Koagulasi merupakan pengolahan secara kimia untuk menggumpalkan zat-zat tersuspensi pada limbah. Bahan kimia yang digunakan adalah Asam Sulfat, NPC, Nalco, dan Polymer Anionik. Fungsinya, memisahkan kandungan zat-zat yang tersuspensi (flok) agar proses penjernihan berjalan lebih mudah.

Parameter yang diukur di tahapan ini adalah Debit, SBN SPT b131 ( jartest & koagulasi), Bj kaustik soda in koagulasi, H2SO4 pada kanal in dan out koagulasi, pH, dan warna. Baku mutu untuk PH adalah 9 hingga 11, sedangkan untuk warna kurang dari 2000.

Flok-flok hasil koagulasi kemudian ditampung dalam wadah seperti bak raksasa. Di sinilah fisika berperan. Dalam teori gravitasi, benda selalu jatuh ke permukaan bumi. Nah, flok yang bermassa berat yang ada di bak tentu akan mengendap, flok yang jernih berada diatasnya. Sementara itu, flok-flok yang lain terus memenuhi bak hingga meluap, maka air jernih lah yang ada dipermukaan atas. Proses ini dikenal dengan primary treatment.

Air limbah keluaran primary treatment masuk ke bak lamela (pra aerasi). Pra aerasi berguna untuk mengendapkan kembali air limbah dari primary treatment agar tak ada endapan yang tersisa. Kembali diukur parameter pH, warna, Suspended solid, SO3, PO4, dan NH4+.

Setelah air limbah dirasa cukup jernih dan memenuhi baku mutu, dialirkan dalam aerasi. Konsep Biologi yang digunakan di sini. Aerasi adalah mengolah limbah dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Setelah itu, limbah di aduk menggunakan mixer untuk menjaga kebutuhan oksigen agar mikroorganisme yang dimasukkan bertahan hidup. Proses ini menggunakan lumpur aktif. Kemudian, mengontakkan lumpur aktif dengan udara Luar dengan bantuan alat berupa aerator dengan harapan akan terjadi proses oksidasi antara zat organik dengan oksigen yang ada di udara bebas.

Parameter yang diukur di Inlet aerasi adalah pH (antara 8 hingga 10), SO3, COD (≤1200), warna, dan sulfida. Sedangkan yang diukur di Aerasi adalah pH (antara 6 hingga 9), NH4, SV 30menit (900-1000), SVI (100-250), DO (2-4), temperature (25-40), tinggi aerasi, (265-275/295-305), MLSS (4000-7000), dan F/M.

Langkah selanjutnya, memisahkan lumpur aktif yang berasal dari aerasi tadi dengan air. Proses ini berjalan hingga didapat parameter yang sesuai baku mutu. Parameter PH (6-9), SS(<40), COD (<125), dan warna (<180).

Lalu, langkah terakhir adalah disaring (filtrasi). Proses fisika ini dilakukan dengan memisahkan padatan-padatan yang masih terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan media pasir silika dan carbon filter. Hasil keluaran dari filter ini diharapkan sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan dari hasil keluaran dapat di buang kesungai.

Untuk memeriksa apakah keluaran filter aman atau tidaknya dibuang ke sungai, bisa dibuat kolam ikan sebelum air dibuang. Bila air tetap hidup di air hasil IPAL, berarti aman bila dibuang ke sungai. Bagaimana, mudah bukan? Selamat mencoba. (Eric Senjaya)



Mengakses Keanekaragaman Hayati via Internet
28 Juli 2012, 13:40
Filed under: Uncategorized

Tahukan Anda Satwa dan Fauna khas dari Jawa Barat? Untuk menjawabnya, biasanya kita mencari di buku, mendatangi dinas/instansi terkait, atau internet. Sepertinya banyak orang lebih memilih internet ketimbang buku karena relatif lebih cepat dan mudah dalam pencarian data. Kini, kita bisa memanfaatkan internet untuk mencari atau memperkaya data keanekaragaman hayati. Portal ini dikenal sebagai balai kliring.

Balai kliring lahir bukan tanpa sebab. Portal ini diharapkan bisa membuat keanekaragaman hayati menjadi perhatian pemerintah, penegak hukum, pengusaha, dan masyarakat. Pasalnya, keanekaragaman hayati kini tengah di ujung tanduk.

Ancaman datang silih berganti, mulai dari pertumbuhan penduduk yang menaikkan konsumsi sumber daya alam hayati maupun non hayati, pengabaian spesies dan ekosistem, kebijakan yang buruk, efek dari sistem perdagangan global, ketidakseimbangan distribusi sumber daya, dan kegagalan memberi nilai terhadap keanekaragaman hayati.

Selain itu, balai kliring sangat diperlukan karena informasi keanekaragaman hayati belum lengkap, akurat, up to date, dan tak ada standarisasi informasi keanekaragaman hayati. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa data dan informasi keanekaragaman hayati tersebar di berbagai pihak, akibatnya pengguna sulit untuk memperolehnya bahkan tidak mengetahui dimana data dan informasi tersebut berada.

Dengan adanya balai kliring, kita bisa menggali data dan informasi keanekaragaman hayati, seperti kebijakan internasional (Konvensi Keanekaragaman Hayati), kebijakan nasional (peraturan perundangan, Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020, status keanekaragaman hayati Indonesia (hutan, pesisir laut, pertanian, dan kawasan konservasi), database sumber daya genetik, serta flora dan fauna identitas provinsi dan kabupaten/kota.

Target yang ingin dicapai dari balai kliring ini diantaranya melakukan pemantauan implementasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati 2003-2020, terselenggaranya pertukaran informasi tentang konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan diantara pemangku kepentingan, tersedianya informasi tentang konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan didiseminasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.

Tak hanya itu, balai kliring pun sebagai implementasi PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota, sub sub bidang keanekaragaman hayati nomor 6 : Pengembangan manajemen sistem informasi dan pengelolaan database keanekaragaman hayati, menyajikan informasi tentang profil keanekaragaman hayati (Prov. Jawa Barat dan Prov. DIY), mengidentifikasi sumber daya genetik tanaman obat, holtikultur dan tanaman hutan, dan menyusun status keanekaragaman hayati Indonesia (laporan nasional implementasi konvensi keanekaragaman hayati).

Belakangan gema balai kliring tak hanya ada di pemerintah pusat. Pemprov Jabar melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (BPLHD Jabar) pun tak ingin  ketinggalan dengan membuat portal balai kliring di website mereka.

Siapa saja yang terlibat dalam mengelola balai kliring? Tentu saja semua pemangku kepentingan seperti masyarakat adat, pelaku bisnis (industri farmasi), akademisi dan peneliti, LSM dan pemerintah. Sehingga, dengan adanya balai kliring ini bisa memfasilitasi peningkatan kualitas informasi dan teknologi dan bekerja sama antar pemangku kepentingan dalam meningkatkan upaya konservasi.

Nah, bagi Anda yang memerlukan atau memiliki data keanekaragaman hayati nasional, bisa diakses di http://bk.menlh.go.id sedangkan untuk data keanekaragaman hayati jawa barat di http://clearinghouse.bplhdjabar.go.id. (Eric Senjaya)



Mewujudkan Bandung Bersih dan Hijau dengan Kompos

Apa yang telintas di benak anda ketika mendengar kata ”Sampah”? Ya, konotasi sampah adalah sesuatu yang kotor, bau, dan menjijikan. Apalagi di kota besar seperti Bandung dengan perkembangan yang meroket seperti mall, jumlah penduduk, dan lain sebagainya, tentu salah satu dampaknya adalah sampah.

Sebagai catatan, sampah di kota bandung per hari tak kurang dari 6900 meter kubik.  Dengan rincian, sampah yang berasal dari rumah tangga 4.500 m3/hari, sampah pasar 600 m3/hari, kawasan komersial 300 m3/hari, kawasan non komersial 300 m3/hari, kawasan industri 750 m3/hari, serta sampah jalanan 450 m3/hari.

Menyikapi dahsyatnya permasalahan sampah ini, apa yang bisa dilakukan urangBandung untuk mengurangi volume sampah?

Salah satu teknologi yang kini tengah marak adalah dengan pengomposan sampah organik. Teknik pengomposan ini dirasa paling tepat karena berdasarkan hasil studi komposisi dan karakteristik yang dilakukan BPPT, komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik (73,98%) sedangkan sisanya adalah bahan anorganik.

Teknologi ini bukan barang baru, sejak 1986 sudah diterapkan di Indonesia namun hasilnya baru menginjak angka 1,8 % dari total sampah yang ada. Pengomposan sampah organik pun baru dilakukan dalam tahap skala kecil melalui Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang ada di TPA. Artinya, menggiatkannya secara massal di setiap rumah untuk meminimalisir sampah rumah tangga adalah hal yang tak bisa ditawar.

Berdasarkan catatan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah provinsi Jawa barat (BPLHD jabar), pengomposan adalah salah cara untuk mengolah bahan padatan organik menjadi kompos. Pengomposan adalah proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali.

Tahapannya dimulai dari memilah sampah organik dan anorganik. Cara memilahnya cukup mudah. Sampah organik mudah terurai menjadi tanah seperti sisa-sisa sayuran. Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan. Setelah sampah dipilah, perkecil ukuran sampah organik tadi agar cepat didekomposisi menjadi kompos.

Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan. Biasanya, desain penumpukan adalah desain memanjang dengan panjang 12 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 1,75 meter. Jangan lupa memberi terowongan bambu (windrow) di setiap tumpukan agar tersedia udara di dalam tumpukan.

 Kemudian, balikkan sampah yang telah ditumpuk. Selain untuk membuang panas yang berlebihan, pembalikkan ini berfungsi memasukkan udara ke dalam tumpukan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

Setelah tahapan pembalikan, diperlukan pula penyiraman. Untuk memeriksa apakah perlu disiram atau tidak, caranya dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan. Bila pada saat diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus disiram, sedangkan bila sebelum diperas sudah keluar air, tak perlu disiram, cukup dilakukan pembalikan.

Proses tadi berjalan selama kurang lebih sebulan, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

Seusai pematangan, biasanya dilakukan penyaringan untuk memperoleh kompos dengan ukuran yang diinginkan sembari memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat terurai yang lolos dari proses pemilahan awal. Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

Sekarang, kompos siap digunakan. Bisa dipakai untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan tanah pertanian dan taman, sebagai media tanam, atau dijual untuk menambah penghasilan.

Cukup mudah dan bermanfaat, bukan? Sudah waktunya menerapkan teknologi pengolahan sampah. Dengan mengurangi sampah yang dibuang dan menjadikannya kompos tentu akan mempercepat Bandung menjadi Green and Clean. Ingat, wariskan Kota Bandung yang hijau dan bersih kepada anak cucu, jangan wariskan sampah! (Eric Senjaya)



Memanfaatkan Air Hujan dengan Sumur Resapan

”Aneh nya di kota mah. Mun usum halodo hese cai, warga ngalantri mareuli cai. Ari pas usum hujan, kalahkah banjir, warga ngarungsi. Kunaon ieu teh?”

Ya. Kondisi seperti inilah yang kerap terjadi di Kota besar. Tak hanya di Bandung, keadaan serupa terjadi di beberapa kota besar seperti Jakarta dan kota lainnya. Salah satu penyebab, kurangnya area resapan air.

Di musim penghujan, tanah di kota yang hamper seluruhnya dilapisi semen dan aspal membuat air hujan tak bisa merembes dengan lancar ke dalam tanah. Kota tak ubahnya seperti bak penampung air raksasa. Kondisi ini diperparah dengan minimnya daerah resapan air seperti taman dan ruang terbuka hijau.

Tak selesai sampai di situ. Masalah lain muncul di musim kemarau. Penyerapan air yang kurang maksimal di musim hujan tadi membuat cadangan air tanah pun menjadi sedikit. Alhasil, warga sukar memperoleh air tanah di musim kemarau. Dalam kondisi ekstrem, terkadang di musim hujan pun masih sulit mendapat air bersih. Bila ini dibiarkan, tentu kita mengalami krisis air bersih yang tanda-tandanya belakangan sudah terasa.

Sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI mendengungkan Gerakan Sumur Resapan. Gerakan yang terdiri dari membuat parit resapan, area resapan, dan sumur resapan ini cukup mudah diterapkan di perumahan warga kota.

Sumur Resapan adalah sistem resapan buatan yang bisa menampung air hujan baik berupa sumur, parit maupun taman resapan. Cara membuatnya dibedakan menurut kondisi rumah dan lingkungannya. Yaitu sumur resapan untuk rumah bertalang air, rumah tak bertalang air, dan sumur resapan untuk area terbuka atau taman.

Untuk rumah bertalang air, pembuatan sumur resapan bisa dilakukan di lokasi yang berjarak satu meter atau lebih dari pondasi rumah dan dekat dengan lokasi talang pembuangan air hujan. Setelah ditentukan lokasi yang tepat, buat sumur dengan diameter 80 hingga 100 cm sedalam 1,5 meter tetapi jangan melebihi muka air tanah.

Untuk memperkuat dinding tanah, masukkan besi beton tiga buah dengan panjang masing-masing 50 cm. Jika tidak ada besi beton, dapat digunakan batu bata.

Air hujan yang keluar dari talang air dimasukkan ke dalam sumur resapan melalui pipa pemasukan. Tak ketinggalan, pada sumur resapan diberi pipa pembuangan ke selokan atau drainase jalan agar air tidak meluap. Ketinggian pipa pembuangan harus lebih tinggi dari drainase jalan itu.

Kemudian, lubang sumur resapan diisi batu koral setebal 15 cm dan bagian atas sumur resapan ditutup dengan plat beton. Di atas plat beton penutup ini dapat dimodifikasi menjadi taman atau dipasang pot-pot tanaman agar tampak cantik.

Sementara itu, bila rumah anda tak bertalang air, tak perlu khawatir. Bisa digunakan tambahan parit dengan lubang biopori dan bak kontrol sebelum air masuk ke sumur resapan.

Caranya, Anda bisa membuat parit sepanjang curahan air hujan dari atap dengan lebar 20 hingga 30 cm dengan kedalaman 10 hingga 15 cm. Di dalam parit, buat sepuluh lubang resapan biopori dengan jarak merata sepanjang parit. Lubang resapan biopori dibuat menggunakan bor biopori sedalam kurang lebih 1,5 meter.

Apabila jarak parit pendek sehingga jumlah lubang resapan biopori tidak terpenuhi, maka curahan air hujan dari atap dapat dihubungkan dengan sumur resapan yang mempunyai bak kontrol sebagai penyaring endapan. Lubang resapan berpori tersebut ditutup dengan saringan sebelum ditimbun batu koral.

Terakhir, bila dirumah anda memiliki areal terbuka atau taman, pembuatan area resapan pun bisa dilakukan. Caranya, di halaman atau taman rumah dibuatkan pembatas tembok yang tingginya 5 hingga 10 cm sehingga air hujan akan terkumpul.

Buatkan pula lubang-lubang resapan dengan kedalaman sekira 30 cm yang tersebar di taman, sebaiknya dibuat dekat tanaman sehingga tanaman tidak perlu disiram dan tidak kelebihan air pada musim hujan

Tertarik? Segera tangkap air hujan di sekitar rumah anda agar krisis air bersih dan banjir tak menjadi langganan. Lakukan segera agar dimusim kemarau tak kekurangan air, di musim hujan tak kelebihan air (banjir). Selamat mencoba! (Eric Senjaya)



Hand Phone Energi Matahari
28 Juli 2012, 13:24
Filed under: Lingkungan Hidup | Tag: , , , ,

Kalkulator dengan energi matahari, itu biasa. Handphone dengan energi matahari, kok bisa?

Ya. krisis energi yang melanda dunia mau tidak mau memaksa para peneliti memutar otak untuk mencari energi alternatif pengganti listrik. Salah satunya adalah penggunaan panel surya (solar cell) yang bisa merubah energi matahari menjadi energi listrik.

Apalagi penggunaan batu baterai baik pada handphone maupun peralatan lain sudah waktunya dikurangi karena dikategorikan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) layaknya limbah batu bara.

Belakangan salah satu vendor ponsel tengah gencar membuat handphone bertenaga matahari ini. Dengan kelebihan tak perlu mencharge ke sumber listrik, tentunya ponsel dengan konsep serupa akan diadopsi oleh vendor yang lain. Kehadiran ponsel hijau ini tentu bisa mengurangi ketergantungan pada sumber listrik dari energi batu bara yang tak ramah lingkungan.

Berdasarkan catatan yang dilansir situs http://www.cellular.co.id, ide ini bukan sesuatu yang baru, tapi komitmen vendor untuk menghadirkan ponsel solar cell makin mencuat saat ajang tahunan CommunicAsia 2009 di Singapura. LG dan Samsung Mobile menjadi vendor yang mengedepankan solar cell phone saat itu.

Yang menarik dari Samsung berbasis sel surya adalah seri Blue Earth. Ponsel yang akan diluncurkan dua bulan kedepan ini terbuat dari material ramah lingkungan dan plastik daur ulang.

Sementara itu, vendor dari korea, LG Mobile, menawarkan penempatan solar cell pada cover baterai, konsep ini sebelumnya dimunculkan LG dalam ajang World Mobile Congress 2009 di Barcelona. Identitas ponsel solar cell yang belum diekspose ini rencananya akan dipasarkan akhir tahun ini dengan target pasar Eropa.

Ibarat dua sisi mata uang, pengembangan sel surya sebagai energi ponsel masih sebatas alternatif pendukung bagi energi listrik. Pasalnya, jika hanya mengandalkan sel surya, dalam keadaan cuaca berawan atau malam hari kita akan kesulitan untuk mencharge. Padahal, satu jam pengisian baterai hanya bisa memberikan daya sekitar 2 jam waktu siaga.

Kendati demikian, langkah yang ditempuh kedua vendor tadi patut diacungi jempol. Apalagi ketika keadaan darurat seperti berkemah di hutan atau mitigasi bencana di daerah terpencil, kita tetap bisa berkomunikasi tanpa repot mencari sumber listrik. (Eric Senjaya)



Mari Terapkan Teknologi Ramah Lingkungan di Rumah

 “Ketika air terakhir sudah diminum, ketika ikan terakhir sudah dimakan, ketika pohon terakhir sudah ditebang, kelak manusia akan menyadari bahwa uang bukanlah segalanya.”

Pepatah Indian kuno ini sedikitnya memberi gambaran akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam bagi kelangsungan hidup manusia. Baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, yang bisa diperbarui atau tidak, semuanya harus dikelola dengan baik.

Masih segar dalam ingatan kita tentang Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNCCC) di Bali dua tahun silam. Salah satu catatan yang perlu digarisbawahi dari konferensi itu adalah keinginan negara-negara berkembang untuk mendapatkan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi emisi guna mencegah pemanasan global.

Secara singkat, Teknologi Ramah Lingkungan (TRL) adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sumber daya lingkungan yang lebih efisien.  TRL menggunakan bahan baku material dan energi lebih efisien, mengeluarkan limbah lebih sedikit, serta dampak yang ditimbulkan relatif lebih kecil dari teknologi yang ada.

Kendati kini kemajuan TRL masih menjadi barang langka dan didominasi negara-negara maju, kita tak perlu khawatir. Kita bisa menerapkan TRL di rumah secara sederhana. Kita bisa memulainya dari makanan.

Usahakan mengonsumsi makanan dengan wadah yang bisa dipakai ulang. Memang, makanan kemasan terlihat praktis, tahan lama, dan tampak lebih cantik.  Namun, akan lebih bijak jika sampah kemasan makanan ini dapat dikurangi. Sebagai catatan, penyumbang terbesar sampah saat ini berasal dari kemasan makanan.

Dari makanan meluas ke rumah tinggal yang ramah lingkungan (eco house). Konsep eco house dimulai dengan hal-hal sederhana semisal penghematan listrik, air, serta pembuangan limbah rumah tangga yang tidak dialirkan langsung ke got melainkan menggunakan peresapan sendiri. Demikian pula penggunaan bahan yang bisa digunakan kembali seperti mengganti tissue dengan kain lap atau sapu tangan.

Selain itu, hindari penggunaan barang yang mengandung CFC. Sebab, penggunaan CFC bisa merusak lapisan ozon di atmosfer. Biasanya CFC digunakan pada kulkas dan pewangi ruangan. Tak ketinggalan, pilah sampah di dapur sesuai jenisnya yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibuat kompos, sementara sampah anorganik dijual ke pengepul.

Kemudian, gunakan aspek energi yang ramah lingkungan yaitu energi matahari. Mengeringkan cucian di terik matahari lebih ramah lingkungan ketimbang menggunakan mesin pengering. Selain itu, gunakan sel surya yang mampu menghasilkan listrik dari energi matahari sehingga mengurangi penggunaan listrik dari PLN.

Tak hanya itu, desain rumah pun harus menghemat energi. Dengan sistem ventilasi dan penataan taman yang tepat mampu menghemat penggunaan listrik pada lampu dan pendingin ruangan.

Aspek yang tak kalah penting adalah transportasi. Alat transportasi paling ramah lingkungan adalah sepeda.  Belakangan, para pejabat di lingkungan pemerintah daerah di Jawa Barat tengah mengampanyekan penggunaan sepeda untuk menghemat energi. Selain sepeda yang dikayuh, sudah banyak dikembangkan sepeda yang memiliki sel surya untuk menyerap energi matahari sehingga mampu menempuh jarak ribuan kilometer.

Jelas bahwa sebenarnya banyak yang bisa dilakukan untuk menjadikan rumah menjadi lebih ramah lingkungan. Kemajuan teknologi harus senada dengan peningkatan kesadaran pada lingkungan. Bila kita ramah terhadap lingkungan, niscaya lingkungan pun ramah kepada kita. (Eric Senjaya)



ERIC SENJAYA, ”KEMBALI”
28 Juli 2012, 09:27
Filed under: Uncategorized

Sabtu, 28 Juli 2012. Berselancar di dunia maya sembari menunggu waktu berbuka puasa sangat menyenangkan. Jari-jari tangan asyik menari di atas keyboard, memasukkan ribuan kata di mesin pencari google. Berharap mendapat jawaban atas beberapa pertanyaan kecil yang belakangan kerap munghantui pikiran. Akhirnya, ribuan informasi pun muncul. Lumayan untuk mengobati jeritan perut yang sejak siang sudah menghampiri.

Entah mengapa penelusuran hari ini membawaku pada syair lagu Afgan yang bertajuk ”kembali”. Saya resapi maknanya, kemudian mengunduhnya. Ada beberapa petikan syair lagu ciptaan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini yang membuatku tertegun. Syairnya berbunyi seperti ini,

“Bila ada tutur kata yang tak kau terima
Tapi mengapa kau harus begitu
Teganya engkau pergi dariku
Kembali kembali oh kasihku”

 

Konon, lagu ini ditafsirkan oleh beberapa kalangan merupakan suara hati Presiden SBY terhadap anggota koalisi yang mulai tidak searah lagi dengan kebijakan pemerintah. Jadi SBY menginginkan agar partai tersebut “Kembali” kepada Koalisi. Ada juga yang berpendapat bahwa syair lagu itu ditujukan untuk mantan Menkeu Sri Mulyani, agar ”kembali” ke Indonesia.

Bagi saya, syair lagu ini membangkitkan kerinduan menulis pada blog ini. Blog yang saya terlantarkan sejak desember 2008. Bila blog ini mampu berbicara, mungkin syair di atas yang akan dia bisikan kepada saya. WordPress mencatat, posting terakhir saya 17 Desember 2008 bertajuk ”Calon Legislator Sepuh masih mendominasi”.

Saat itu saya tengah mengabdi pada HU Pikiran Rakyat (PR). Saat itu, saya kecanduan menulis di blog ini untuk mengasah kemampuan menulis di koran. Menjadi awak media tentu dibutuhkan keahlian menulis. Sementara saya, hanyalah seorang sarjana fisika yang tak tahu cara menulis di media itu seperti apa. Alhasil, saya memanfaatkan blog ini untuk belajar menulis, mempublikasikan, serta melihat respon pembaca mengenai tulisan saya.

Alhamdulilah, seiring berjalannya waktu, beberapa tulisan saya ada yang dimuat di koran ”PR”. Bangga sekali melihat nama saya terpampang di Koran yang Lebih Tahu Jawa Barat itu. Malah, ada beberapa tulisan yang menjadi headline news segala. Salah satu vitamin saya dalam menulis di koran adalah blog ini.

Namun, saya menelantarkan blog ini bukan tanpa sebab. Desember 2008 adalah saat terakhir saya di Pikiran Rakyat. Hal itu pula yang menggiring saya untuk pensiun dari Blogger. Sejak saat itu saya hanya menulis jurnal ilmiah di kampus dan beberapa Instansi Pemerintah.

Saya terpaksa meninggalkan media atas permintaan ibunda tercinta. Saya sangat nyaman bekerja di media. Saat itu tak terbesit sedikit pun mengapa ibu meminta saya berhenti dan mengikuti seleksi penerimaan CPNS di Purwakarta. Saya masih ingat, formasi sarjana fisika hanya 1 orang sementara pelamar untuk formasi itu berjumlah 2000 orang. Artinya 1:2000. Peluang untuk lulus sedikit, mudah-mudahan saya tidak lulus.

Rasulullah SAW bersabda :”Tiga macam doa yang tidak ditolak, yang tidak diragukan lagi kedahsyatannya, yaitu doa orang tua kepada anaknya, doa orang musafir (orang yang sedang bepergiaan), dan doa orang yang dizhalimi.” ( HR. Bukhari dan MUslim dari Abu Hurairah ).

Doa ibu memang mustajab. Saya dinyatakan Lulus menjadi CPNS dari pelamar umum sejak 2009. Menjadi PNS tak semata-mata membuat saya memiliki banyak waktu luang untuk mengguratkan tinta di blog ini. Meski ngantor dari Senin s.d. Jumat dari jam 08.00 s.d jam 16.00, di malam hari saya mengajar di STT Texmaco kampus Purwakarta. Sementara di akhir pekan mengajar pula di STT Texmaco Karawang. Ditambah diklat, seminar, dan workshop. Jangankan menulis di blog, waktu yang tersisa saya serahkan untuk istri dan anakku tercinta.

Hari ini, kebetulan sedang ada waktu luang karena kampus sedang libur semesteran. Istri dan anak sedang menginap di rumah nenek. Saya mulai masuk ke akun wordpress, memasukan nama akun dan passwordnya. Betapa kagetnya saya melihat data statistik pengunjung blog saya seperti tabel berikut,

  Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
2008 93 2.764 4.705 5.575 4.779 4.874 4.045 5.458 6.715 7.406 46.414
2009 5.943 4.666 4.453 5.637 4.198 3.630 3.791 3.413 2.762 2.626 2.885 2.409 46.413
2010 2.413 1.000 1.052 913 1.257 839 837 1.408 899 857 982 891 13.348
2011 945 831 864 578 474 574 557 406 502 467 483 379 7.060
2012 355 463 517 388 419 382 313 2.837

Dari awal belajar menulis di blog, sekitar Maret hingga akhir desember 2008, jumlah pengunjung meningkat dari 93 orang per bulan menjadi 7406 di akhir. Namun setelah saya tidak aktif menulis di blog, jumlah pengunjung kian menurun. Hingga angka 313 orang di bulan Juli 2012! Jangan-jangan dua tahun lagi blog saya sudah dikubur karena tidak ada pengunjungnya.

Ini yang mengingatkan syair lagu afgan tadi dengan blog ini. Betapa tega saya meninggalkan blog yang saya besarkan dari nol. Blog ini tak bisa menulis sendiri. Semakin saya jarang menulis, semakin sedikit pengunjung. Yang artinya semakin sedikit pula manfaat yang orang lain rasakan dari kehadiran saya di dunia ini.

Rasulullah SAW bersabda, “Bila seorang anak Adam wafat, maka amalnya terputus kecuali tiga hal yaitu Shadaqah jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan  Anak shalih yang mendoakan kepada orang tuanya. (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad).

Bila saya wafat, mudah-mudahan apa yang saya sebarkan melalui blog ini menjadi amalan yang tidak terputus. Amien.  Sembari mengetik tulisan ini, saya berbisik dalam hati, ”Blogku tersayang, ERIC SENJAYA-”kembali”. Ku takkan meninggalkanmu lagi.”

Eric Senjaya



Calon Legislator Sepuh Masih Mendominasi
17 Desember 2008, 02:23
Filed under: Pemilu 2009, Riset Pilkada 2008 | Tag: , , ,

MASYARAKAT yang cerdas dalam memilih wakil-wakilnya di legislatif menjadi salah satu output yang diharapkan dari pesta demokrasi, Pemilu Legislatif 2009, sehingga tidak terjebak memilih “kucing dalam karung”.

Untuk “menaksir” para caleg, selain melihat track record caleg yang sudah berpengalaman menjadi anggota dewan, ada tiga unsur lagi yang dapat dijadikan faktor untuk diamati, yaitu rentang usia, domisili, dan latar belakang pendidikan.

caleg-tua

Faktor persentase usia caleg diperlukan untuk mengamati “pertarungan” kaum muda yang menjanjikan perubahan dengan kaum tua yang lebih berpengalaman. Sementara, faktor domisili caleg digunakan untuk memetakan kedekatan antara caleg dan masyarakat, juga pengenalan caleg akan karakteristik masalah daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Pendidikan caleg juga menjadi salah satu pertimbangan dalam menakar kualitas caleg.

Lalu, bagaimana profil usia, domisili, dan pendidikan para caleg pada Pemilu Legislatif 2009?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) membagi rentang usia caleg berdasarkan Peraturan KPU No. 18/2008 yaitu yang berusia 21-30 tahun, kemudian 31-50 tahun, dan yang berusia 51 tahun ke atas. Dari tiga kategori itu, bisa diasumsikan, caleg muda adalah caleg yang berusia 21-30 tahun dan caleg tua yang berumur 51 tahun ke atas.

Menilik data Klarifikasi Biodata Singkat Bakal Calon Anggota DPRD Jabar dari KPU Jabar, dari 38 partai peserta Pemilu 2009, hanya 32 partai yang memasukkan caleg muda. Enam partai yang tak mengajukan caleg muda adalah Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB), Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Merdeka, dan Partai Buruh.

Dari 32 partai itu, jumlah seluruh caleg muda berdasarkan Daftar Calon Tetap (DCT) adalah 174 orang. Sementara jumlah caleg berusia tua jauh lebih besar, 413 orang. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa caleg sepuh dan mungkin sudah berpengalaman dalam berpolitik jumlahnya mendominasi wajah calon anggota legislatif di Jabar.

Partai Keadilan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah dua partai yang terbanyak memasukkan caleg muda. PKB dan PDIP masing-masing menyumbang 17 orang (9,77%). Angka ini diikuti oleh Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) dan Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK). PDP dan PDK masing-masing menyumbang 10 orang (5,75%). Kemudian, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia menyumbang 9 orang (5,17%).

Sementara itu, caleg yang berusia 51 tahun ke atas atau caleg tua, diajukan oleh 36 dari 38 partai. Dua partai yang tak mengajukan caleg tua adalah Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) serta Partai Perjuangan Indonesia Baru. Mayoritas caleg tua berasal dari Partai Golkar (PG), yakni 65 orang (15,7%). Diikuti oleh PPP sebanyak 35 orang (8,5%), Partai Demokrat 26 orang (6,3%), PDIP 24 orang (5,8%) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 23 orang (5,6%).

Selain faktor usia, faktor domisili juga turut mewarnai wajah demokrasi di Jabar. Dari faktor domisili ini muncul istilah caleg lokal dan “caleg impor”. Caleg lokal adalah caleg yang berdomisili sesuai dapil, sementara caleg impor adalah caleg yang berdomisili di luar dapil.

Caleg lokal tampaknya harus bersaing ketat dengan “caleg impor”. Pasalnya, ada 643 orang (41%) caleg yang tidak berdomisili di dapil tempat ia dicalonkan. Sementara caleg lokal berjumlah 936 orang (59%).

Caleg impor yang tidak mengenali daerah pemilihannya bisa berdampak buruk bagi kehidupan berdemokrasi di Jabar. Salah satunya adalah tidak tersalurkannya aspirasi rakyat karena wakil rakyatnya kurang memahami karakteristik daerah dan apa yang diperlukan rakyatnya.

Partai Golkar, PDIP, serta Partai Hanura adalah penyumbang terbesar caleg-caleg yang tidak berdomisili di dapil bersangkutan. Partai Golkar menyumbangkan 59 orang, sementara PDIP dan Hanura masing-masing 38 dan 37 orang.

Mengenai pendidikan caleg DPRD Jabar. Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Data Redaksi “PR” dari KPU Jabar, ada beberapa tingkat pendidikan bagi caleg yang tertera di DCT yaitu lulusan SLTA atau sederajat, diploma tiga (D-3/ahli madya), strata satu (S-1/sarjana), strata dua (S-2/magister), dan strata tiga (S-3/doktor).

Berdasarkan pembagian tersebut, caleg berpendidikan S-1 berjumlah paling banyak yaitu 811 orang (51,3%). Diikuti caleg berpendidikan SLTA sebanyak 476 orang (30,11%), caleg lulusan S-2 sebanyak 177 orang (11,2%). Di urutan keempat dan kelima diduduki caleg lulusan D-3 dan S-3. Caleg D-3 tercatat ada 113 orang (7,15%) dan caleg S-3 sebanyak empat orang (0,25%).

Politisi senior Tjetje Hidayat Padmadinata mengatakan, semenjak Pemilu 1951, 1971, 1977, hingga Pemilu 2004 lalu, belum banyak perubahan yang terjadi di masyarakat. “Masyarakat awam pada umumnya tidak mau ambil pusing dengan figur calon anggota legislatif. Keberpihakan masyarakat awam pada umumnya adalah pada partai peserta pemilu,” ujar Tjetje.

Mengenai kriteria caleg yang ideal, Tjetje mengatakan, calon yang baik adalah calon yang mengenal dan dikenal masyarakatnya. “Konteksnya dengan DPRD Jawa Barat adalah calon legislatif di Jawa Barat dan dari Jawa Barat.”

Setelah mengamati usia, domisili, dan pendidikan calon wakil rakyat Jabar, sejatinya masyarakat Jabar bisa menyikapinya dengan arif. Apa pun atau siapa pun yang ditawarkan, kedewasaan dan kecerdasan memilih menjadi kuncinya. (Eric Senjaya/Vetriciawizach/Pusat Data Redaksi “PR”)***



Golkar dan PDIP Mendominasi

Oleh Eric Senjaya

Konfigurasi Politik Jabar yang terekam di beberapa Pilkada 2008 memunculkan beragam analisis politik. Adanya anomali konfigurasi koalisi parpol pemenang pilkada di satu daerah dengan daerah lainnya tentu mengundang resultan politik yang berbeda pula. Ambil contoh, Pilkada Provinsi Jabar dan Pilkada Kab. Sumedang yang dilakukan bersamaan, koalisi tak menunjukkan korelasi positif. Di Pilkada Jabar, Golkar menjadi lawan politik PDIP, sementara di Pilkada Kab. Sumedang Golkar berkoalisi dengan PDIP.

Lalu, bagaimana konfigurasi koalisi parpol dan resultan politik seluruh pilkada di Jabar 2008? Bagaimana pula pembagian “kue kekuasaan” untuk setiap parpol pengusung kandidat pemenang pilkada?

Berdasarkan catatan Pusat Data Redaksi “PR”, di Jabar tercatat 17 pilkada langsung selama 2008. Pilkada di Kab. Purwakarta, Kota Cirebon, dan Kab. Bekasi membuka lembaran politik Jabar pada Januari 2008. Dilanjutkan pilkada di Kota Sukabumi pada Maret 2008. Malah, Jabar mencatatkan diri sebagai provinsi yang “berani” mengadakan pilkada gabungan, yaitu pilkada yang dilakukan bersamaan antara Pilkada Provinsi Jabar dan Pilkada Kab. Sumedang di bulan April 2008. Pascapilkada gabungan itu, berlangsung pilkada di Kota Bandung (10 Agustus 2008).

Lalu, enam pilkada serentak dilaksanakan pada 26 Oktober 2008, yaitu Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Majalengka, serta Kab. Subang. Di hari sebelumnya (25/11) berlangsung pilkada di Kota Bogor. Selain itu, dua pilkada terakhir di 2008 dilaksanakan di bulan November, yaitu pilkada di Kab. Bogor dan Kab. Bandung Barat. Dengan membedah konfigurasi parpol dari pemenang pilkada-pilkada tersebut bisa diketahui resultan politik di Jabar selama 2008.
resultan-politik
Diawali dari pilkada Januari 2008 di Kab. Purwakarta, Pasangan H. Dedi Mulyadi-Dudung B. Supardi memenangi pilkada. Konfigurasi parpol di Kab. Purwakarta yang mengusung mereka adalah Golkar dan PKS. Di bulan yang sama, pilkada juga berlangsung di Kota Cirebon. Pemenang pilkada adalah pasangan Subardi-Sunaryo yang diusung PDIP. Sementara di Kab. Bekasi, pemenang pilkada adalah pasangan Mochtar Mohamad-Rahmat Effendi yang diusung PKS dan Partai Demokrat.

Dari ketiga pilkada itu, bisa dikatakan resultan politiknya adalah PKS sebanyak dua poin dari Kab. Purwakarta dan Kab. Bekasi, Golkar satu poin di Kab. Purwakarta, dan PDIP satu poin di Kab. Bekasi.

Memasuki Maret 2008, pilkada berlangsung di Kota Sukabumi. Pilkada ini dimenangi pasangan Mokh. Muslikh Abdussyukur-Mulyono dari koalisi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PAN. Kemudian pilkada gabungan (Pilkada Provinsi Jabar dan Pilkada Kab. Sumedang), yang dimenangi pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf pada Pilkada Jabar yang diusung PKS dan PAN. Sementara di Pilkada Kab. Sumedang dimenangi Don Murdono-Taufiq Gunawansyah dari koalisi Golkar, PDIP, PKS, PKPI, PKB, PBR, PBSD, PNBK, PDS, dan PPD. Dari Maret hingga pertengahan 2008, resultan politik Jabar adalah Golkar, PKS, dan PAN yang masing-masing memiliki 2 poin, serta PDIP, PKPI, PD, PKB, PBR, PBSD, PNBK, PDS, dan PPD yang masing-masing memiliki satu poin.

Setelah pilkada gabungan, pilkada berlangsung di Kota Bandung (Agustus). Pilkada yang dimenangi Dada Rosada-Ayi Vivananda ini didukung oleh mesin politik Golkar, PDIP, PD, PAN, PBB, dan PPP. Atmosfer politik Jabar semakin beragam ketika memasuki Oktober. Tujuh pilkada dilakukan di bulan ini, yaitu di Kota Bogor, Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Majalengka, dan Kab. Subang.

Di Kota Bogor, pilkada dimenangi Diani Budiarto-Achmad Ru`yat dari koalisi Golkar, PDIP, PKS, PKPI, PBSD, PSI, PPDI, PDK, dan Partai Patriot. Di Kab. Cirebon, pilkada dimenangi pasangan Dedi Supardi-Ason Sukasa dari koalisi Golkar dan PDIP. Di Kab. Ciamis, Engkon Komara-Iing Syam Arifin dari koalisi Golkar, PAN, PBB, dan PKB memenangi pilkada. Kemudian, di Kota Banjar, Kab. Majalengka, dan Kab. Subang, resultan politik pasangan yang memenangi pilkada adalah PDIP (3 poin), disusul Golkar, PKPI, PD, dan PPP yang masing-masing 1 poin. Sementara di Kab. Garut, pilkada masih menunggu putaran kedua sehingga resultan politik di sana belum bisa dipetakan.

Antara Pilkada 2008 dan Pemilu 2009

Dari 17 pilkada di Jabar, ada tujuh parpol yang mendominasi pilkada yaitu Golkar dan PDIP yang masing- masing memiliki 15% dari total resultan politik Jabar. Diikuti PAN 9%, PKS 8%, dan PD, PBB, PKB, dan PPP yang masing-masing memiliki 6%.

Hasil ini tak jauh berbeda dengan hasil perolehan suara DPRD Jabar di Pemilu 2004. Cara mengamatinya, resultan pilkada di 16 kab./kota tadi dibandingkan dengan perolehan suara parpol pada Pemilu 2004 di 16 kab./kota yang sama pula.

Dari data rekapitulasi suara KPU Jabar yang diolah oleh Pusat Data Redaksi, mayoritas parpol yang menguasai Pemilu 2004 adalah Golkar (60%), PDIP (27%), dan PKS (13%).

Dengan demikian, hubungan antara resultan politik pilkada 2008 dan pemilu 2004 yaitu adanya dominasi dua partai besar, Golkar dan PDIP. Selain itu, ada sebuah pergerakan besar dari PAN di tahun 2008. PAN berhasil masuk di tiga besar perolehan resultan politik, menggeser posisi PKS.

Dari perolehan suara hasil Pilkada Jabar, pilkada kab./kota, dan Pemilu 2004 ini, bisa digunakan untuk memprediksi resultan Pemilu 2009 yang tak lama lagi akan berlangsung. Golkar dan PDIP masih berpeluang menguasai atmosfer politik Jabar. Akan tetapi, bisa saja hasil ini berbalik mengingat perubahan sosial masyarakat yang tak mungkin bisa diprediksi.

Penulis, Periset Pusat Data Redaksi “PR”.